Salah satu keunggulan OS Android adalah memberikan kebebasan kepada pengguna untuk melakukan apa saja, memasang aplikasi apa, dari mana saja, dan kapan saja sesuai kemauan. Dari sejak pertama kali rilis, bagian itu selalu menjadi ciri khas dan keunggulan tersendiri dibanding OS mobile lainnya.
Namun, perlahan semakin modern Google sebagai pengembang OS tersebut tampaknya sudah mulai melunturkan nilai-nilai yang dianut oleh Android sejak lama. Beberapa kebijakan baru mereka bahkan menghambat perkembangan skema custom ROM.
Lantas, sebenarnya apa yang menjadi penyebab perubahan drastis seperti ini? Apakah Google sudah menunjukkan kalau mereka ingin punya kontrol penuh terhadap OS buatan mereka sendiri, seperti yang dilakukan oleh Apple?
Mengapa OS Android Semakin Tertutup dan Mirip iOS?
Kelebihan yang dimiliki Android dan tidak pada iOS adalah kemampuan untuk memasang aplikasi di luar PlayStore. Beberapa pengguna menyebut ini sebagai sideloading, beberapa tdak setuju dengan istilah itu karena seakan-akan membuat pemasangan aplikasi melalui Google saja yang dinilai “resmi” sedangkan jalur lainnya tidak.
Tapi, tampaknya kemampuan tersebut juga mulai akan dihilangkan atau setidaknya dibatasi oleh Google. Terutama dengan hadirnya program baru mereka yang mengharuskan pengembang aplikasi mendaftarkan jika ingin merilis aplikasi di luar PlayStore. Program tersebut akan masuk ke fase uji coba mulai tahun depan dan diaplikasi secara global pada 2027 mendatang.
Yang menjadi pertanyaan besarnya adalah mengapa harus sekarang, ketika rata-rata pengguna sudah puas dengan cara kerja Android yang jauh lebih terbuka, open-source, dan juga bebas?
Google sendiri mengaku kalau aplikasi “sideload” memiliki risiko lebih tinggi terhadap malware dibandingkan dengan aplikasi yang ada di PlayStore. Bahkan Google menyebutkan angka fantastis 50 kali lipat lebih rentan dalam data mereka.
Kesempatan yang diambil Google untuk berlakukan verifikasi pengembang ini menimbulkan gelombang kekhawatiran bagi para power user. Terutama kalau pengguna tersebut menginginkan aplikasi dengan sumber terbuka (FOSS) yang kebanyakan diantaranya tidak ada di layanan toko Google. Pilihan aternatif menarik terletak pada F-droid yang memang berisi aplikasi open-source dari pengembang kecil.


Pihak Google sepertinya mau tidak mau (atau sengaja) mengorbankan mereka yang melek terhadap risiko dan memilih melindungi pengguna yang jauh lebih awam, namun dengan cara yang menyulitkan untuk semuanya. Imbasnya, pengembang dengan skala kecil atau pengembang dengan sumber terbuka jadi disulitkan karena tidak semua orang ingin menampilkan data pribadi untuk dikelola oleh perusahaan sebesar Google.
Hasil akhirnya, mereka yang sangat peduli terhadap data privasi akan berhenti mengembangkan aplikasi karena tuntutan verifikasi oleh Google. Sisi positifnya, kini aplikasi menjadi jauh lebih aman karena ada pertanggungjawaban yang harus disandang oleh pengembang dan tidak boleh sembarang membuat aplikasi dengan susupan malware.
Semakin Tertutup-Sumber


Sejatinya Android adalah sistem operasi open-source dimana sumber dari OS tersebut bisa digunakan oleh siapa pun untuk mengembangkan sendiri custom ROM mereka. Jika kamu adalah pengoprek Android sejak lama, sudah pasti tidak asing dengan istilah AOSP. Berbagai custom ROM populer bahkan menjadi pilihan yang lebih menarik dibanding harus menggunakan OS bawaan dari HP itu sendiri.
Hanya saja, Google juga tampaknya mulai mengurangi potensi untuk para pengembang custom ROM, seperti yang dirasakan oleh pengembang LineageOS. Menurutnya, kebijakan baru Google berdampak terhadap tingkat kesulitan pengembangan custom ROM untuk Google Pixel semakin meningkat. Mereka harus melakukan reverse-engineering karena Google tidak lagi memasukkan device tree ponsel Pixel dalam build AOSP terbaru mereka.
Alasan yang dikemukakan Google adalah demi memisahkan diri antara AOSP dengan Pixel. Tujuannya agar AOSP menjadi lebih fleksibel dan tidak hanya bergantung pada apa yang diberikan oleh Google sebagai basisnya. Sampai-sampai Google malah turut menghilangkan souce code kernal Pixel yang menjadi referensi bagi pengembang custom ROM lain untuk mengambil fitur, update keamanan dan lain sebagainya.
Apa Harapan Terakhir?


Pengambilan kebijakan Google ini sejatinya hanya akan menghambat perkembangan aplikasi berbasis open-source. Lalu, apa yang bisa dilakukan? Apakah semuanya harus berakhir dibawah kontrol Google? Banyak yang berharap pada petisi kepada komisi di Eropa yang biasanya sangat anti terhadap monopoli seperti ini.
Sehingga satu-satunya harapan terakhir terletak pada Digital Market Acts di Uni Eropa agar bisa gagalkan usaha Google. Kalau menurut kamu gimana? Apakah Google memang sudah seharusnya menutup celah kerentanan atau ada solusi lain yang bisa menyenangkan semua pihak?
Dapatkan informasi keren di Gamebrott terkait Tech atau artikel sejenis yang tidak kalah seru dari Andi. Untuk informasi lebih lanjut dan pertanyaan lainnya, Anda dapat menghubungi kami melalui author@gamebrott.com.
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door
Download Film
Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.